Kamis, 03 Mei 2012

Peran Borjuasi dalam Transformasi Eropa


Tema Buku      : Sosial
Judul               : Peran Borjuasi dalam Transformasi Eropa
Perensensi       : Itama Citra Dewi Kurnia Wahyu
Penulis             : Kuntowijoyo
Tahun              : 2005
Penerbit           : Ombak
Tebal               : xvii + 254
Peran Borjuasi dalam Transformasi Eropa merupakan karya awal dan akhir Kuntowijoyo. Dikatakan sebagai karya awal karena buku ini merupakan tindak lanjut dari skripsi Kuntowijoyo di tahun 1969 dan dikatakan sebagai karya terakhir karena buku ini merupakan buku yang dikoreksinya sebelum ia meninggal tanggal 22 Februari 2005. Buku Peran Borjuasi dalam Transformasi Eropa karya Kuntowijoyo berusaha menjelaskan bagaimana peran kaum bourgeois atau borjuasi pada abad ke 17-18.
Munculnya golongan borjuasi merupakan akibat dari dokma-dokma gereja yang menganggap kegiatan berdagang adalah suatu kegiatan yang terlarang. Zaman Pertengahan yang memusatkan kehidupan pada istana-istana, biara, desa, dan kota menempatkan raja, bangsawan, dan para pendeta di tempat yang tinggi. Golongan borjuasi mengubah pandangan masyarakat Zaman Pertengahan yang teosentris menjadi masyarakat yang berpandangan humanis dan antropentris.[1]
Kaum bourgeois atau borjuasi sebagai kekuatan sosial baru di Eropa membawa banyak perubahan baik perubahan sosial maupun budaya. Kaum bourgeois memegang peran penting dalam mengakhiri zaman Pertengahan menuju Eropa Modern. Renaissance merupakan masa pembuktian dari kaum borjuasi, dimana uang menjadi ukuran kehormatan menggantikan status kelahiran. Kaum bourgeois telah membawa reformasi dalam bidang keagaman yang menghasilkan terpecahnya susunan lama dari gereja Katolik, moralitas individual mulai menyelidiki teologi yang bebas, agama Kristen banyak dinasionalisir, dan dokma-dokma Katolik semakin sempit.[2]
Buku Peran Borjuasi dalam Transformasi Eropa akan menjelaskan bagaimana peran suatu kelas borjuasi menggantikan peranan aristokrasi zaman Pertengahan. Menjelang abad ke-17 ilmu pengetahuan tidak lagi dibatasi seperti pada zaman Pertengahan. Perkembangan ilmu pengetahuan ini mengakibatkan nasionalisasi yang dikenal dengan nama The Age of Genius.[3] Buku karangan Kuntowijoyo ini banyak menjelaskan tetang peran serta golongan borjuasi dalam transformasi Eropa, selain itu buku ini juga telah memisahkan antara borjuasi Inggris dan Perancis. Kemajuan yang dibawa kaum borjuasi ini juga mengakibatkan kepincangan dan krisis, sehingga menimbulkan berbagai kritik. Buku ini juga membahas bagaimana kaum borjuasi melakukan perbaikan dan modifikasi kejahatan-kejahatan yang timbul akibat cita-cita mereka.
Sebagai salah satu literatur dalam penulisan sejarah Eropa, buku Peran Borjuasi dalam Transformasi Eropa merupakan rujukan yang sangat tepat untuk dijadikan sumber. Buku ini banyak memiliki keunggulan, meskipun sumber buku ini terbatas terbitan tahun 1950-an, namun terdapat pula beberapa sumber buku dari tahun 1960-an, jadi buku ini tidak ketinggalan zaman. Buku ini dapat dijadikan sumber yang sudah cukup mumpuni dalam pembahasan sejarah Eropa pada zaman Pertengahan hingga zaman modern. Buku yang merupakan kelanjutan dari skripsi Kuntowijoyo ditahun 1969 ini pada mulanya merupakan skripsi yang menggunakan ejaan lama, tetapi setelah dijadikan buku penulis dan penerbit telah mengubahnya sesuai EYD yang berlaku. Buku yang disajikan menggunakan kertas HVS ini terhitung unggul, karena pembaca tidak akan bosan. Buku ini juga dilengkapi dengan glossary atau daftar istilah penting yang akan memudahkan pembaca dalam memahami isi buku ini. Biografi yang disajikan dalam buku ini juga membantu pembaca mengenal siapa Kuntowijoyo dan bagaimana kiprahnya dalam dunia penulisan.
Selain banyak terdapat keunggulan buku karangan Kuntowijoyo ini juga memiliki sedikit kekurangan, seperti alur penyajian materi yang terkesan maju mundur membuat bingung pembaca. Terlalu banyaknya pembahasan yang menggunakan bahasa asing, tanpa translate membuat pembaca kesulitan dalam memahami isi buku. Terlalu sedikitnya materi yang membahas tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan pemikiran pada masa setelah zaman Pertengahan mengakibatkan keterbatasan pengetahuan tentang perkembangan IPTEK pada abad 17-18.
Melihat dari keunggulan dan kekurangan, buku karangan Kuntowijoyo ini dapat dikatakan layak dijadikan literatur dalam penulisan sejarah Eropa. Buku yang merupakan karangan terakhir Kuntowijoyo ini dapat mengobati kerinduan akan sosok Kuntowijoyo, selain itu bagi siapa pun yang ingin memahami perkembangan pemikiran almarhum Kuntowijoyo, maka buku Peranan Borjuasi dalam Transformasi Eropa merupakan rujukan yang tepat bagi para pembaca. Sehingga dapat disimpulkan buku ini layak dan patut untuk dijadikan bacaan maupun sumber penulisan sejarah Eropa.
Sumber:
Kuntowijoyo.2005.Peran Borjuasi dalam Transformasi Eropa.Yogyakarta: Ombak.


[1] Ibid.hlm.227.
[2] Ibid.hlm.33.
[3]Ibid.hlm.35.

Sosok Sang Maestro Sejarah


Kuntowijoyo lahir di Yogyakarta, pada tanggal 18 September 1943.[1] Ia merupakan sejarawan sekaligus seorang sastrawan terkemuka di Indonesia. Dalam perjalanan hidupnya, ia juga terkenal sebagai aktivis gerakan dan seorang budayawan.
Tahun 1969, Kuntowijoyo telah menamatkan studinya di Jurusan Sejarah UGM. Tahun 1973-1974, ia menjalani tugas belajar di Universitas Connecticut USA dan memperoleh gelar M.A. Selanjutnya gelar Ph.D. diperoleh Kuntowijoyo pada tahun 1980 di Universitas Colombia, dengan disertasi berjudul Social Change in an Agrarian Society: Madura 1850-1940.[2]
Karier mengajar Kuntowijoyo diawali di almamaternya. Ia juga sempat menjadi dosen tamu di Universitas Filipina pada tahun 1984 yaitu bulan September-Desember. Pada Juni-Agustus 1985, ia menjadi dosen tamu di Universitas Michigan.
Sebagai seorang akademisi ia banyak menghasilkan karya, seperti Dinamika Sejarah Umat Manusia Indonesia (1985), Budaya dan Masyarakat (Tiara Wacana, 1987), Paradigma Islam, Intepretasi untu Aksi (Mizan, 1991), Radikalisasi Petani (Bentang, 1994), Metodologi Sejarah (Tiara Wacana, 1994, edisi revisi 2003, Raja, Priyayi, dan Kawula (Ombak, 2004) dan masih banyak yang lainnya. Selain sebagai seorang akademisi, Kuntowijoyo juga terkenal akan kemahirannya di dunia sastra. Karya sastranya seperti Kereta Api yang Berangkat Pagi Hari (novel, 1966),  Pasar (novel, 1972; terbit ulang pada tahun 1993). Kuntowijiyo juga menulis puisi, seperti Isyarat (1976), Suluk Awang-Uwung (1976), dan Daun Makrifat, Makrifat Daun (1995).
Kemahirannya dalam berkarya, tidak mengherankan jika Kuntowijoyo banyak memperoleh penghargaan dalam bidang sastra. Hadiah pertamanya diperoleh dari majalah Sastra (1968), Penghargaan Penulis Sastra dari Pusat Pembinaan Bahasa (1994) untuk cerpen Dilarang Mencintai Bunga-Bunga, Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan meraih predikat sebagai Cerpen Terbaik Kompas. Sejumlah penghargaan lain yang tidak menunjuk secara khusus pada karyanya juga pernah ia terima, yakni Penghargaan Sastra Indonesia dari Pemda DIY (1986), Penghargaan Kebudayaan ICMI (1995), Asean Award on Culture (1997), SEA Write Award dari Pemerintah Thailand (1999), dan masih banyak lainnya.[3] Peran Borjuasi dalam Transformasi Eropa merupakan karya terakhir Kuntowijoyo sebelum ia meninggal pada tanggal 22 Februari 2005.
Sumber:
Kuntowijoyo.2005.Peran Borjuasi dalam Transformasi Eropa.Yogyakarta: Ombak.

[1] Kuntowijoyo.2005.Peran Borjuasi dalam Transformasi Eropa.Yogyakarta: Ombak.hlm. 252.
[2] Ibid.hlm.252.
[3] Ibid.hlm.254.

Dead Poets Society


Oh Captain, My Captain
Berkumpullah wahai kuntum bunga selagi bisa
Masa lalu masih ada dan bunga ini yang tersenyum hari ini, besok akan mati. [1]

Judul Film         : Dead Poets Society
Tahun Rilis        : 1989
Sutradara         : Peter Weir
Scenario           : Tom Schulman
Produser          : Silver Screen Partners IV, Touchstone Picture
Pendidikan merupakan hal yang peting bagi setiap orang. Tingkat pendidikan bagi sebagian orang dapat menjadi suatu prestige. Anggapan inilah yang mengakibatkan banyak orang menyalah artikan pentingnya suatu pendidikan.
Dead Poets Society adalah film produksi Amerika yang rilis pada tahun 1989. Film ini menceritakan tentang kehidupan tujuh anak laki-laki yang bersekolah di Akademi Welton. Melalui seorang guru bahasa Inggris yang bernama Pak Keating, mereka mendapatkan inspirasi untuk selalu membuat perubahan dalam hidup dan mencintai puisi.
Akademi Welton merupakan sekolah berasramah terkemuka di Amerika Serikat. sekolah berbasis asramah ini merupakan sekolah khusus bagi anak laki-laki. Para lulusan Akademi Welton banyak yang masuk ke Universitas terkemuka Amerika Serikat. Lulusan Akademi Welton terkenal dengan kualitas yang tinggi, hal ini dikarenakan Akademi Welton memiliki empat prinsip. Ke empat prinsip tersebut adalah tradisi, kehormatan, disiplin, dan kesempurnaan.
Cerita berawal ditahun pertama Neil Perry, Todd Anderson, Knox Overstreet, Charlie Dalton, Richard Cameron, Steven Meeks, dan Gerard Pitts masuk Akademi Welton. Kegiatan belajar-mengajar di Akademi Welton sangatlah membosankan dan ketat, hingga muncul seorang guru pengganti. Ia adalah Pak John Keating lulusan Akademi Welton yang akan menggantikan Pak Portius dari jurusan Bahasa Inggris. Dihari pertamanya mengajar, Pak Keating memberikan kesan yang berbeda. Ia mengajak anak-anak untuk belajar di luar kelas. Di sebuah ruang kecil yang berisi foto-foto para alumni Akademi Welton, Pak Keating memperkenalkan diri.
Carpen Diem sebuah puisi sederhana yang dibacakan oleh Pitts inilah yang kelak akan membuat sekelompok siswa melakukan perlawanan terhadap prinsip-prinsip yang dianut sekolah selama bertahun-tahun. Carpen Diem yang dalam istilah Bahasa Latin berarti raihlah mimpimu, membuka mata Charlie Dalton dan ke enam temannya.
Dihari berikutnya Pak Keating meminta Perry untuk membaca sebuah pengantar puisi yang berjudul Memahami Puisi karya Dr. J. Evans Pritchard, Ph.D. Buku itu menyebutkan bagaimana mengukur kualitas sebuah puisi, yang dapat diukur dan diberi skala, proses ini sudah umum dalam literatur klasik waktu itu. Tidak disangka Pak Keating yang bersemangat meminta anak-anak untuk merobek bagian pengantar puisi tersebut. Inilah awal dari sikap berontak para siswa yaitu dengan merobek isi buku literatur. Tidak hanya itu, kenakalan para siswa ini berlanjut setelah salah satu siswa menemukan buku tahunan Pak Keating. Dalam buku itu menyebutkan nama sebuah kelompok Death Poet’s Society, sebuah kelompok rahasia yang dibentuk oleh Pak Keating ketika menjadi siswa di Akademi Welton. Death Poet’s Society merupakan kelompok rahasia yang menganggap bahwa sekolah bukanlah tempat yang tepat untuk mengembangkan diri, hal ini dikarenakan prinsip yang digunakan sangatlah ketat.
Kelompok Death Poet’s Society  yang telah lama vacum akhirnya hidup kembali. Kelompok ini sering keluar asramah pada malam harinya, mereka pergi ke sebuah goa. Di dalam goa ke tujuh anak ini melakukan hal yang tidak bisa mereka lakukan di sekolah, seperti membaca puisi dan merokok. Semua kenakalan siswa ini merupakan wujud dari belenggu yang telah diterapkan Akademi Welton selama ini. Charles Dalton yang menobatkan dirinya sebagai Nuwanda melancarkan aksi dengan menyelundupkan artikel yang mengkritik agar Akademi Welton menerima murid perempuan dengan menggunakan nama Death Poet’s Society. Melihat kejadian ini sontak kepala sekolah dan guru-guru lainnya merasa cemas dan menuduh Pak Keatinglah yang melakukannya. Klimak dari film ini adalah ketika seorang siswa yang bernama Knox nekat bunuh diri. Konx nekad mengakhiri hidupnya lantaran tidak tahan lagi dengan tekanan yang dilakukan orang tuanya.
Film yang mengambil tema tahun 1950-an ini merupakan salah satu film yang wajib ditonton. Robin Williams sebagai aktor Hollywod berhasil menghidupkan sosok Pak Keating yang akrab disapa Captain oh Captain dengan apik. Pak Keating telah membawa banyak perubahan bagi siswa-siswa Akademi Welton, mulai dari membaca puisi dan mengenalkan arti kebebasan.
Film ini hendaknya menyadarkan para orang tua pentingnya seorang anak, bukan hanya pendidikan yang baiklah yang menjadi patokan keberhasilan seorang anak tapi sebagai orang tua hendaknya kita tahu apa yang sebenarnya anak kita butuhkan. Jangan hanya memandang dari kualitas prestasi yang dicetak anak tapi lihat pula dari sudut pandang anak kita, apakah mereka bahagia atau mereka terbelenggu. Film ini juga menyadarkan kita semua pentingnya memberi kebebasan bagi anak untuk memilih dan kenakalan seorang anak merupakan wujud dari terbelenggunya kebebasan anak.
Death Poet’s Society merupakan film yang wajib ditonton oleh para calon guru, karena film ini memberikan kita inspirasi bagimanakah seorang guru harus bersikap kepada para siswanya. Inilah film yang memadukan pemikiran seorang anak, orang tua, guru, dan lembaga sekolah. Film yang mendapatkan piala  Oscar sebagai film terbaik ini selain memiliki kelebihan juga memiliki kekurangan seperti ending film ini yang terlalu menggantung. Ending dari film ini tidak terlalu jelas karena hanya menunjukkan pemecatan Pak Keating.
Meskipun memiliki kekurangan, film Death Poet’s Society tetaplah tepat menjadi pilihan untuk ditonton. Bagaimanakah kisah Death Poet’s Society dan permasalahan yang ada? Untuk mengobati rasa penasaran akan film ini maka tontonlah film ini, karena kita akan sadar pentingnya mendengarkan.


[1] Carpe Diem, “Raihlah Kesempatan”.

Selasa, 27 Maret 2012

Yusuf Al- Qaradawi


Yusuf Al- Qaradawi atau yang akrab dipanggil Sheik Yusuf adalah seorang tokoh radikal Ikhwalunul Muslimin. Sheik Yusuf lahir di sebuah desa kecil di Mesir, desa itu bernama Shafth Turaab yang terletak di tengah Delta pada tanggal 9 September 1926. Pada usia 10 tahun, Sheik Yusuf sudah hafal Al Qur’an. Ia menempuh pendidikan di Ma’had Thantha dan Ma’had Tsanawi, selanjutnya beliau menempuh pendidikan jenjang universitas di Universitas Al Azhar, Fakultas Ushuluddin dan beliau lulus pada tahun 1952.
Sheik Yusuf memperoleh gelar doktor pada tahun 1972, keterlambatan beliau memperoleh gelar doktor ini dikarenakan ia sempat meninggalkan Mesir. Kekejaman rezim yang berkuasa di Mesir saat itu memaksanya untuk berpindah ke Qatar pada tahun 1961, dan di Qatar ia sempat mendirikan Fakultas Syariah di Universitas Qatar. Sheik Yusuf juga mendirikan Pusata Kajian Sejarah dan Sunnah Nabi. Selanjutnya beliau menetap dan menjadi warga negara Qatar, ia bermukim di Doha.
Sejak remaja Sheik Yusuf telah mengalami banyak pengalaman hidup, ia sempat di penjara pada usia 23 tahun. Saat Mesir dibawah kekuasaan Raja Faruk, ia dimasukkan ke penjara (1949). Ia dimasukkan ke penjara karena keterlibatan beliau di dalam gerakan Ikhwanul Muslimin. Pada April 1956, Sheik Yusuf harus berurusan dengan pihak berwajib karena keterlibatan beliau dalam Revolusi Juni di Mesir. Pa bulan Oktober, Sheik Yusuf harus kembali masuk penjara militer selama dua tahun.
Yusuf Al Kkadawi memiliki tujuh orang anak, yang terdiri atas empat putri dan tiga putra. Ia adalah sosok ayah yang baik, ia membebaskan anak- anaknya untuk menuntut ilmu sesuai minat dan bakat mereka. Sebagai ulama besar, inilah hal yang patut dicontoh para orang tua, beliau tidak membedakan pendidikan untuk anak- anaknya, ia menyamakan pendidikan anak laki- laki maupun anak perempuannya. Salah seorang putrinya telah memperoleh gelar doktor Fisika dalam bidang nuklir dari Inggris. Putri kedunya mendapat gelar doktor dalam bidang kimia, sedang putrinya yang ketiga tengah menempuh studi S3. Anaknya yang nomor empat tengah menempuh pendidikan S1-nya di Universitas Texas Amerika. Anak laki- laki yang pertama menempuh S3 dalam bidang teknik elektro di Amerika, selanjutnya yang kedua belajar di Universitas Darul Ulum Mesir, sedang anak bungsu beliau menyelesaikan kuliahnya di Fakultas Teknik jurusan listrik. Dapat kita ambil hikmah dari sikap Sheik Yusuf dalam pendidikan anak- anaknya, beliau tidak membedakan pendidikan untuk anak- anaknya. Ia adalah sosok ulamak yang menentang pembagian ilmu secara dikotomis, karena hal itu dapat menghambat kemajuan umat muslim.
Sebagai seorang ulama, beliau terus berusaha menggalang dukungan dunia melaluli berbagai jaringan media. Beliau juga memberi dukungan terhadap para kelompok- kelompok teroris untuk melemahkan penyelesaian damai konflik Palestina- Israel lewat tulisan dan beberapa orasi. Dalam hal pergolakan politik di Timur Tengah pada awal 2001, Sheik Yusuf mengecam para pemimpin rezim- rezim. Sebagai contoh pada 21 April 2011, ketika diwawancarai oleh salah satu jaringan televisi Al Jazeera, beliau mendorong para pejuang Libia untuk membunuh Muammar Gaddafi. Tidak hanya itu, beliau juga menunjukkan dukungannya kepada para rakyat Mesir. Pada 18 Februari 2011 beliau ikut berorasi di Lapangan Tahrir di Kairo, beliau berharap agar bisa melihat Mesir yang merdeka. Beliau menegaskan kepada rakyat Mesir, bahwa beliau ingin bisa merebut Al Aqsa di Jerusalem. Fatwa tersebut hanya sebagian kecil dari catatan Sheik Yusuf dalam usahanya memerangi Yahudi dan Israel.
Yusuf al- Qaradawi sangat antusias memerangi kaum Yahudi dan Israel. Dalam khotbahnya yang disiarkan Al Jazeerah pada 28 Januari 2009, Sheik Yusuf melontarkan kalimat- kalimat pedas, menentang kaum Yahudi. Beliau juga sangat mendukung serangan bom bunuh diri Palestina terhadap warga sipil Israel. Beliau mengungkapkan dukungannya kepada para gerakan militan Palestina, yaitu Hamas, Jihat Islam, dan Hizbullah. Sheik Yusuf juga mengecam upaya perdamain yang di usulkan Israel dan Amerika, menurut beliau itu hanyalah taktik kedua negara untuk menguasai Palestina.
Sheik Yusuf juga mendukung aksi penyerangan terhadap pasukan dan warga sipil Amerika di Irak. Karena sikapnya yang anti terhadap Israel dan Amerika, ia banyak mengalamai beberapa pencekalan, yaitu Sheik Yusuf sejak tahun1999 dilarang masuk Amerika Serikat. Pada Februari 2008, visanya ke Inggris ditolak padahal beliau sedang menjalani perawatan kesehatan. Selain itu Sheihk Yusuf terkenal dengan khutbah-khutbahnya yang berani sehingga beliau sempat dilarang sebagai khatib di sebuah masjid di daerah Zamalik. Alasan penolakan tersebut karena khutbah-khutbahnya dinilai menciptakan opini umum tentang ketidak adilan rejim yang berlaku di Mesir kala itu. Inilah sepenggal kisah hidup Yusuf al- Qaradawi, seorang ulama besar sekaligus ayah yang baik. Berjuang untuk umat Islam tanpa mengenal rasa takut, karena beliau yakin Allah selalu mengiringi setiap langkahnya.

Sabtu, 24 Maret 2012

Jejak VOC

VOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie)

Inggris dan Belanda merupakan salah satu dari bangsa kuat yang dimiliki Eropa. Kedua negara ini datang ke Indonesia setelah Portugis dan Spanyol. Pada awal kedatangannya, kedua negara lebih mengutamakan perdagangan dari pada kekuasaan. Hal ini dapat dilihat pada saat kedatangan kapal-kapal dagang Belanda ke Banten pada tahun 1596 yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman.[1] Para  penumpang kapal dan pembesar kota saling berkunjung. Hubungan Cornelis de Houtman yang kurang baik dengan masyarakat Banten, maka rombongannya pun diusir dari Banten.
Pada tahun 1598, para pedagang Belanda mulai datang kembali ke Indonesia. Banyaknya jumlah pedagang Eropa yang datang, khususnya pedagang dari Belanda mengakibatkan munculnya persaingan antar kongsi dagang. Untuk menghentikan persaingan antar kongsi dagang Belanda, maka empat besar wilayah di Belanda membentuk suatu persekutuan dagang. Empat wilayah di negeri Belanda tersebut adalah Amsterdam, Zeeland, de Maas, dan Noord Holland.
Persekutuan dagang ini selanjutnya dikenal dengan nama VOC atau Verenigde Oost-Indische Compagnie. VOC didirikan pada 20 Maret 1602. Selain untuk menghindari persaingan antar kongsi dagang Belanda, tujuan didirikannya VOC adalah untuk mencari laba sebanyak mungkin serta memperkuat kedudukan Belanda menghadapi perlawanan Portugis dan Spanyol.

Setiap wilayah yang tergabung di dalam VOC diwakili oleh sistem majelis yang memiliki sejumlah direktur.[2] Seluruh direktur VOC berjumlah 17 orang. Ke 17 direktur ini dikenal dengan nama De Heren Zeventien (Tuan-tuan 17). Amsterdam merupakan wilayah yang memegang peranan penting dalam VOC, hal ini dikarenakan Amsterdam adalah penyumbang modal terbanyak di VOC.
VOC merupakan persekutuan dagang Hindia Timur yang memiliki hak istimewa. Hak istimewa ini dikenal dengan nama Oktroi. Akta Oktroi merupakan hak istimewa bagi VOC yang diberikan dari Staaten Generaal (Parlemen Belanda). Hak oktroi yang dimiliki oleh VOC, ia memiliki hak dagang di suatu kawasan yang amat luas, terbentang dari Tanjung Pengharapan sampai Selat Magellan, termasuk pulau-pulau di selatan Pasifik, Kepulauan Jepang, Sri Langka, dan Cina Selatan.[3] Selain itu VOC juga memiliki hak untuk melakukan memonopoli perdagangan, mencetak dan mengedarkan uang, mengangkat dan memperhentikan pegawai, mengadakan perjanjian dengan kerajaan-kerajaan atas nama Staaten General, memiliki tentara untuk mempertahankan diri dan juga membentuk angkatan perang, mendirikan benteng, menyatakan perang dan damai, mengangkat dan memberhentikan penguasa-penguasa setempat, VOC mempunyai wewenang untuk membuat undang-undang dan peraturan, serta membentuk pengadilan (Raad van Justitie) dan Mahkamah Agung (Hoog Gerechtshof).

Untuk mengkoordinasi wilayah kekuasaan VOC yang luas, dan untuk melaksanakan pemerintahan secara langsung maka mulai tahun 1610 ditunjuk seorang gubernur jenderal dan sejumlah gubernur wilayah. Sementara itu untuk memberikan nasehat, pertimbangan, dan pengawasan kepada para gubernur dibentuklah Dewan Hindia (Raad van Indie) yang dipimpin seorang ketua, seorang wakil ketua, dan 12 anggota. Dewan ini bertugas untuk memberikan keputusan untuk semua kejadian dan transaksi tanpa campur tangan De Heren XVII.
Untuk pertama kalinya, Staaten Generaal mengangkat Pieter Both pada tahun 1610-1614. Sejak masa Jan Pieterzoon Coen, pengangkatan semua gubernur jenderal dilakukan oleh De Heren XVII dengan persetujuan Staaten Generaal. Sejak 1620, tempat kedudukan gubernur jendral VOC dipindahkan dari Ternate ke Batavia.[4]
Setelah pusat kepemimpinan VOC dipindah ke Batavia, VOC mulai melakukan perluasan kekuasaan dengan melakukan pendekatan dan politik adu domba atau devide at impera terhadap kerajaan-kerajaan di Indonesia, seperti Ternate, Mataram, Banten, Banjar, Sumantera, Goa, dan Maluku. Dalam proses perluasan wilayah ke luar Jawa, VOC mengalami banyak perlawanan dari kerajaan-kerajaan. Hal ini dikarenakan VOC memaksakan kehendak atas monopili perdagangan. Untuk menghadapi perlawanan bangsa Indonesia VOC meningkatkan kekuatan militernya serta membangun benteng-benteng seperti di Ambon, Makasar, Jayakarta dan lain-lain.
VOC berhasil melakukan monopoli di Indonesia dikarena melakukan beberapa hal diantaranya adalah melakukan pelayaran hongi untuk memberantas penyelundupan. Tindakan yang dilakukan VOC adalah merampas setiap kapal penduduk yang menjual langsung rempah-rempah kepada pedagang asing seperti Inggris, Perancis dan Denmark. Melakukan Ekstirpasi, yaitu penebangan tanaman milik rakyat. Tujuannya adalah mepertahankan agar harga rempah-rempah tidak merosot bila hasil panen berlebihan. Melakukan sistem Verplichte Leverantien, merupakan perjanjian dengan raja-raja setempat terutama yang kalah perang wajib menyerahkan hasil bumi yang dibutuhkan VOC dengan harga yang ditetapkan VOC. Kemudian VOC menerapkan sistem Contingenten yang berarti rakyat wajib menyerahkan hasil bumi sebagai pajak.
Dalam bulan Desember 1794, Kaisar Napoleon Bonaparte dari Perancis menyerbu dan akhirnya menduduki Belanda. Berdasarkan dokumen Kew, Inggris memiliki banyak kapal, pasukan, dan persenjataan yang lebih banyak dibandingkan Belanda. Pada 1795 Inggris berhasil menduduki Padang, selanjutnya pada 1796 Inggris berhasil menguasai Ambon. Pada saat yang sama kondisi VOC dalam bidang ekonomi maupun militer sedang mengalami masa-masa krisis yang amat parah. Hal ini dikarenakan Belanda harus mengeluarkan biaya perang yang cukup banyak untuk membiayai perang melawan Inggris pada 1780-1784. Selain itu masalah mendasar yang dihadapi VOC adalah rendahnya SDM (Sumber Daya Manusia). Tidak semua SDM yang berkerja di VOC, khususnya di wilayah Asia adalah SDM yang berkwalitas. Masalah ini ditambah dengan maraknya tidak korupsi didalam tubuh pemerintah. Lantaran tindak korupsi yang terjadi, keruntuhan VOC sering dituding sebagai V (ergaan) O (nder) C (oruptie), “rontok karena korupsi”.[5]
Di akhir Desember 1799, pemerintah Belanda tidak lagi memperpanjang hak oktroi yang dimiliki oleh VOC. Sejak 1 Januari 1800, VOC dibubarkan secara resmi dan seluruh aktivitas dan daerah kekuasaan VOC diambil alih oleh pemerintah Belanda.

Daftar Sumber Bacaan:
Burger, D.H.Sejarah Ekonomis Sosiologis Indonesia.Jakarta: Pradniyaparamita.
M. Adnan Amal.2010.Kepulauan Rempah-rempah Perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950.Jakarta:PT Gramedia.
Parakitri T. Simbolon.2007.Menjadi Indonesia.Jakarta:Kompas.


[1] Parakitri T. Simbolon.2007.Menjadi Indonesia.Jakarta:Kompas.hlm.34.
[2] M. Adnan Amal.2010.Kepulauan Rempah-rempah Perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950.Jakarta:PT Gramedia.hlm.265.
[3] Ibid.hlm.262.

[4] Ibid.hlm 263.
[5] Ibid.hlm.268.