Kamis, 03 Mei 2012

Sosok Sang Maestro Sejarah


Kuntowijoyo lahir di Yogyakarta, pada tanggal 18 September 1943.[1] Ia merupakan sejarawan sekaligus seorang sastrawan terkemuka di Indonesia. Dalam perjalanan hidupnya, ia juga terkenal sebagai aktivis gerakan dan seorang budayawan.
Tahun 1969, Kuntowijoyo telah menamatkan studinya di Jurusan Sejarah UGM. Tahun 1973-1974, ia menjalani tugas belajar di Universitas Connecticut USA dan memperoleh gelar M.A. Selanjutnya gelar Ph.D. diperoleh Kuntowijoyo pada tahun 1980 di Universitas Colombia, dengan disertasi berjudul Social Change in an Agrarian Society: Madura 1850-1940.[2]
Karier mengajar Kuntowijoyo diawali di almamaternya. Ia juga sempat menjadi dosen tamu di Universitas Filipina pada tahun 1984 yaitu bulan September-Desember. Pada Juni-Agustus 1985, ia menjadi dosen tamu di Universitas Michigan.
Sebagai seorang akademisi ia banyak menghasilkan karya, seperti Dinamika Sejarah Umat Manusia Indonesia (1985), Budaya dan Masyarakat (Tiara Wacana, 1987), Paradigma Islam, Intepretasi untu Aksi (Mizan, 1991), Radikalisasi Petani (Bentang, 1994), Metodologi Sejarah (Tiara Wacana, 1994, edisi revisi 2003, Raja, Priyayi, dan Kawula (Ombak, 2004) dan masih banyak yang lainnya. Selain sebagai seorang akademisi, Kuntowijoyo juga terkenal akan kemahirannya di dunia sastra. Karya sastranya seperti Kereta Api yang Berangkat Pagi Hari (novel, 1966),  Pasar (novel, 1972; terbit ulang pada tahun 1993). Kuntowijiyo juga menulis puisi, seperti Isyarat (1976), Suluk Awang-Uwung (1976), dan Daun Makrifat, Makrifat Daun (1995).
Kemahirannya dalam berkarya, tidak mengherankan jika Kuntowijoyo banyak memperoleh penghargaan dalam bidang sastra. Hadiah pertamanya diperoleh dari majalah Sastra (1968), Penghargaan Penulis Sastra dari Pusat Pembinaan Bahasa (1994) untuk cerpen Dilarang Mencintai Bunga-Bunga, Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan meraih predikat sebagai Cerpen Terbaik Kompas. Sejumlah penghargaan lain yang tidak menunjuk secara khusus pada karyanya juga pernah ia terima, yakni Penghargaan Sastra Indonesia dari Pemda DIY (1986), Penghargaan Kebudayaan ICMI (1995), Asean Award on Culture (1997), SEA Write Award dari Pemerintah Thailand (1999), dan masih banyak lainnya.[3] Peran Borjuasi dalam Transformasi Eropa merupakan karya terakhir Kuntowijoyo sebelum ia meninggal pada tanggal 22 Februari 2005.
Sumber:
Kuntowijoyo.2005.Peran Borjuasi dalam Transformasi Eropa.Yogyakarta: Ombak.

[1] Kuntowijoyo.2005.Peran Borjuasi dalam Transformasi Eropa.Yogyakarta: Ombak.hlm. 252.
[2] Ibid.hlm.252.
[3] Ibid.hlm.254.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar