1.
Sejarah Sungai Cheonggyecheon
Sejak jaman Dinasti
Joseon, Cheonggyecheon telah mengalami berkali-kali proses pemugaran dan
pengerukan. Sejak tahun 1958 sungai ini ditutup, dan baru pada tahun 2003
sungai ini mulai dipugar kembali.
Pada masa Dinasti
Goryeo (918-1392), Sungai Cheonggyecheon merupakan sungai kecil dan dangkal
yang meluap pada musim hujan. Pada masa
Dinasti Joseon (1392-1910) ibu kota Semenanjung Korea di pindah ke Hanyang atau
Seoul, terjadilah pertumbuhan penduduk yang cukup pesat. Pertumbuhan penduduk
yang cukup pesat ini mengakibatkan terjadinya perubahan yang cukup besar atas
arus-arus sungai yang sudah ada. Perbaikan dan peningkatan sarana prsaranan
sungai mulai dilakukan.
Proyek pembangunan Sungai
Cheonggyecheon selesai pada tahun 1411, tahun ke- 11 pemerintahan Raja Taejong
(1400-1418). Pada masa Raja Taejong dibentuklah suatu departemen yang ditugasi
utuk mengawasi pelaksanaan proyek pembangunan Sungai Cheonggyecheon yang
dimulai pada bulan Januari 1412. Departemen ini dikenal dengan nama Gaecheondogan.
Proyek Cheonggyecheon
yang kedua dimulai pada tahun 1422, yaitu pada masa pemerintahan Raja Sejong
(1418-1450) dan selesai pada bulan Februari 1434, tahun ke- 13 pemerintahan
Raja Sejong.
Pada tahun
ke-36 pemerintahan Raja Yeongjo (1724-1776) diadakan proyek pengerukan dasar
sungai Cheonggyecheon. Proyek pengerukan ini berlangsung selama 57 hari, yaitu
dari tanggal 18 Februari sampai 15 April 1760, dan melibatkan mobilisasi
150.000 warga Seoul serta 50.000 buruh kontrak. Menurut Buku Tahuanan Dinasti
Joseon, Cheonggyecheon telah dikeruk sebanyak 8 kali setelah kelahiran Raja
Jeongjo pada tahun 1752. Sungai Cheonggyecheon merupakan sungai yang sanggup
bertahan terhadap cobaan dan bencana tak berkesudahan selama 500 tahun sejarah
Dinasti Joseon.
2.
Legenda Cinta Yi
An-nul
Korea merupakan
salah satu negara di dunia ini yang memiliki banyak budaya. Masyarakat Korea
terkenal akan tradisi rakyat yang masih kental hingga saat ini. Salah satu
kebiasaan masyarakat Seoul adalah menjelajah jembatan sungai Cheonggyecheon. Kebiasaan
ini berdasarkan kepercayaan bahwa berjalan melintasi 12 jembatan pada saat
bulan purnama pertama akan menjauhkan seseorang dari penyakit dan kesialan
sepanjang tahun. Kebiasaan masyarakat ini berdasarkan sebuah kisah cinta Yi An-nul,
ia adalah seorang penyair pada masa pemerintahan Raja Seonjo (1567-1608).
Dimalam Daeboreum
Yi yang masih muda bersama teman-temannya mabuk dan kemudian berjalan melintasi
jembatan. Yi muda selanjutnya berpisah dengan teman-temannya. Yi yang dalam
keadaan mabuk berjalan disekitar sungai Cheonggyecheon, ia pun pingsan di
jembatan sungai Cheonggyecheon. Di dekat sungai terdapat sebuah rumah besar,
rumah itu milik seorang penerjemah kelas menengah bernama Kim. Kim memiliki
seorang putri, putri Kim sudah menikah 3 hari sebelumnya dan menantu Kim sedang
mengunjungi orang tuannya. Pembatu Kim yang mengira Yi muda adalah suami putri
Kim membawa Yi ke dalam kamar pengantin wanita. Pengatin wanita yang mengira Yi
adalah suaminya akhirnya menghabiskan malam bersama.
Keesokan harinya Yi
yang terbangun kaget melihat dirinya bersama wanita asing dalam satu ruangan. Menyadari
hal tersebut, Yi langsung menggunakan pakaiannya dan bergegas pergi. Tidak disangka
sang pengantin wanita terbangun dan memegang celana Yi dan menahannya. Pengantin
wanita yang merasa takut memutuskan untuk bunuh diri, tetapi hal tersebut ia
urungkan mengingat orang tua wanita itu yang telah membesarkannya dengan penuh
kasih sayang. Kasih sayang inilah yang akhirnya membuatnya berani meminta Yi
membawanya pergi. Sistem sosial yang sangat ketat pada masa itu melarang berbincang-bincang
antara seorang wanita dan pria yang tidak saling mengenal. Akhirnya Yi membawa
wanita itu pergi ke tempat bibinya di Pil-dong dan meminta bibinya menjaga
wanita itu hingga Yi lulus gwageo,
ujian administrasi negara pegawai pelayanan masyarakat tingkat atas.
Dilain pihak
keluarga Kim kebingungan mencari putrinya yang menhilang tanpa jejak. Di saat
yang sama mereka mendengar kabar bahwa menantunya akan kembali, akhirnya
keluarga Kim memutuskan untuk memberitahu menantu mereka bahwa isterinya
tiba-tiba meninggal di tengah malam. Tiga tahun kemudian Yi telah lulus gwageo. Bersama puteri Kim, ia pergi
menemui orang tuanya dan keluarga Kim untuk menjelaskan kejadian tiga tahun
yang lalu dan akhirnya mereka menikah.
3.
Cheonggyecheon Kawasan
Kumuh
Di
masa lalu, sungai Cheonggyecheon mempunyai arti penting bagi Seoul dalam aspek
geografi, politik, sosial dan budaya. Pada masa dinasti Joseon, wilayah sebelah
utara merupakan wilayah tempat tinggal bagi kaum bangsawan dan kantor
pemerintahan dan wilayah sebelah selatan diperuntukkan bagi rakyat biasa dan
para cendekiawan dengan status ekonomi kelas bawah. Kawasan di pinggiran
Cheonggyecheon dijadikan tempat tinggal bagi rakyat biasa.
Mereka
membangun tempat tinggal di pinggiran sungai Cheonggyecheon. Akibatnya muncul permukiman
kumuh di sepanjang sungai. Aktifitas mandi, mencuci dan membuang sampah di
Cheonggyecheon merupakan bagian dari kehidupan penduduk yang tinggal di
sepanjang aliran ini. Selain itu terdapat beberapa jembatan yang dibangun
melintasi Cheonggyecheon dan para pedagang biasanya beraktifitas di seputar
jembatan-jembatan tersebut.
Pada
masa pemerintahan Dinasti Joseon, sungai Cheonggyecheon digunakan sebagai salah
satu pembuangan air, daerah sepanjang sungai Cheonggyecheon digunakan sebagai
tempat tinggal warga miskin. Menurut Hangyeongjiryak,
buku geografi Seoul dari masa akhir dinasti Joseon, dijelaskan bahwa raja
secara teratur mengirimkan beras dan bahan makanan kering untuk rakyat.
Pada
masa kolonial Jepang, Cheonggyecheon merupakan garis pembatas antara bangsa
Korea yang tidak beradab dengan bangsa Jepang yang berdab. Setelah Jepang
menguasai Korea, pada tahun 1910 pemerintah Jepang menganugerahi nama Cheonggyecheon
yang berarti air lembah bersih. Dahulu Cheonggyecheon dikenal dengan nama
gaecheon yang berarti sungai air limbah. Selama memerintah Jepang tidak
memperhatikan sungai Cheonggyecheon, baru pada tahun 1918 pemerintah Jepang
melalakukan pengerukan.
Keadaan
Cheonggyecheon yang semakin tercemar membuat pemerintah Korea Selatan
mengeluarkan kebijakan “filling”. Kebijakan filling merupakan kebijakan
membangun jembatan layang (Cheonggye Overpass) di atas Cheonggyecheon sehingga
tidak tampak dari pandangan. Selain itu kebijakan ini dipandang tepat untuk
mengatasi peningkatan arus lalu lintas dan juga sebagai simbol modernisasi
Korea. Selama 25 tahun, Cheonggyecheon seolah menghilang dari bagian kehidupan
Seoul, tertutup oleh dua lapis jalan kokoh yang dibangun diatasnya, namun
kenyataannya air masih tetap mengalir sepanjang Cheonggyecheon.
Pada
akhirnya muncul kesadaran pentingnya mengembalikan Cheonggyecheon sebagai
bagian dari sejarah, kehidupan dan budaya Seoul. Tahun 2003, pemerintah
setempat memulai Cheonggyecheon Restoration Project, suatu proyek yang
bertujuan mengembalikan Cheonggyecheon sebagai bagian dari sejarah kehidupan
dan budaya Seoul. Proyek ini juga bertujuan untuk mewujudkan Seoul sebagai kota
ramah lingkungan dengan memselaraskan alam dan manusia, menciptakan
keseimbangan pembangunan di wilayah utara dan selatan Hangang River dan pada
akhirnya akan meningkatkan kualitas budaya dan ekonomi kehidupan masyarakat Seoul.
Cheonggye overpass yang menutupi Cheonggyecheon stream dirubuhkan dan sepanjang
aliran dibersihkan ditata dengan design yang menarik. Penyelesaian proyek ini
memerlukan waktu dua tahun tiga bulan dimulai bulan Juli 2003 sampai bulan
Oktober 2005.
4.
Wall of Hope
Wall of Hope atau tembok
harapan merupakan salah satu tempat penting bagi masyarakat Korea. Tembok ini
menampilkan sekitar dua puluh ribu potongan porselen keramik yang setiap
potongannya memuat gambar dan pesan-pesan dari warga Korea di seluruh penjuru
dunia (yang tinggal di Korea Selatan, Korea Utara atau di luar Korea) yang
berharap Korea bisa bersatu. Dinding yang terbentang 50 meter dengan tinggi dua
meter ini merupakan dinding porselen keramik terbesar di dunia.
Sumber:
Seung, Yoon Yang.2009.Kebudayaan Korea Tanah dan Lingkungan Hidup. Yogyakarta:Gadjah Mada
University Press.
Korlena. Cheong Gye Cheon Stream, Seoul Korea. Diakses
dari http://corlena.wordpress.com/foreign-cities/cheong-gye-cheon-stream-seoul-korea/.
Pada Jum’at, 23 Maret 2012, pukul: 18.15 WIB.
Shanne
Susita. Sungai Mini Cheonggyecheon yang
Menghanyutkan. Diakses dari http://id.travel.yahoo.com/jalan-jalan/194-sungai-mini-cheonggyecheon-yang-menghanyutkan.
pada Jum’at, 23 Maret 2012, pukul: 23.42 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar