Jumat, 23 Maret 2012

Sungai Cheonggyecheon

          Sungai Cheonggyecheon merupakan salah satu sungai yang ada di Korea Selatan. Sungai ini dapat dikatakan unik, hai ini karena Sungai Cheonggyecheon merupakan aliran sungai di tengah kota Seoul. Sungai Cheonggyecheon  memiliki panjang enam kilometer dan ditata dengan apik, sehingga tidak salah jika Sungai Cheonggyecheon menjadi salah satu tujuan wisata di Seoul. Di balik keunikan dan keindahannya, Sungai Cheonggyecheon menyimpan banyak misteri. Berikut beberapa hal tentang Sungai Cheonggyecheon.

1.      Sejarah Sungai Cheonggyecheon
Sejak jaman Dinasti Joseon, Cheonggyecheon telah mengalami berkali-kali proses pemugaran dan pengerukan. Sejak tahun 1958 sungai ini ditutup, dan baru pada tahun 2003 sungai ini mulai dipugar kembali.
Pada masa Dinasti Goryeo (918-1392), Sungai Cheonggyecheon merupakan sungai kecil dan dangkal yang meluap pada musim hujan.  Pada masa Dinasti Joseon (1392-1910) ibu kota Semenanjung Korea di pindah ke Hanyang atau Seoul, terjadilah pertumbuhan penduduk yang cukup pesat. Pertumbuhan penduduk yang cukup pesat ini mengakibatkan terjadinya perubahan yang cukup besar atas arus-arus sungai yang sudah ada. Perbaikan dan peningkatan sarana prsaranan sungai mulai dilakukan.
Proyek pembangunan Sungai Cheonggyecheon selesai pada tahun 1411, tahun ke- 11 pemerintahan Raja Taejong (1400-1418). Pada masa Raja Taejong dibentuklah suatu departemen yang ditugasi utuk mengawasi pelaksanaan proyek pembangunan Sungai Cheonggyecheon yang dimulai pada bulan Januari 1412. Departemen ini dikenal dengan nama Gaecheondogan.
Proyek Cheonggyecheon yang kedua dimulai pada tahun 1422, yaitu pada masa pemerintahan Raja Sejong (1418-1450) dan selesai pada bulan Februari 1434, tahun ke- 13 pemerintahan Raja Sejong.
Pada tahun ke-36 pemerintahan Raja Yeongjo (1724-1776) diadakan proyek pengerukan dasar sungai Cheonggyecheon. Proyek pengerukan ini berlangsung selama 57 hari, yaitu dari tanggal 18 Februari sampai 15 April 1760, dan melibatkan mobilisasi 150.000 warga Seoul serta 50.000 buruh kontrak. Menurut Buku Tahuanan Dinasti Joseon, Cheonggyecheon telah dikeruk sebanyak 8 kali setelah kelahiran Raja Jeongjo pada tahun 1752. Sungai Cheonggyecheon merupakan sungai yang sanggup bertahan terhadap cobaan dan bencana tak berkesudahan selama 500 tahun sejarah Dinasti Joseon.

2.      Legenda Cinta Yi An-nul
Korea merupakan salah satu negara di dunia ini yang memiliki banyak budaya. Masyarakat Korea terkenal akan tradisi rakyat yang masih kental hingga saat ini. Salah satu kebiasaan masyarakat Seoul adalah menjelajah jembatan sungai Cheonggyecheon. Kebiasaan ini berdasarkan kepercayaan bahwa berjalan melintasi 12 jembatan pada saat bulan purnama pertama akan menjauhkan seseorang dari penyakit dan kesialan sepanjang tahun. Kebiasaan masyarakat ini berdasarkan sebuah kisah cinta Yi An-nul, ia adalah seorang penyair pada masa pemerintahan Raja Seonjo (1567-1608).
Dimalam Daeboreum Yi yang masih muda bersama teman-temannya mabuk dan kemudian berjalan melintasi jembatan. Yi muda selanjutnya berpisah dengan teman-temannya. Yi yang dalam keadaan mabuk berjalan disekitar sungai Cheonggyecheon, ia pun pingsan di jembatan sungai Cheonggyecheon. Di dekat sungai terdapat sebuah rumah besar, rumah itu milik seorang penerjemah kelas menengah bernama Kim. Kim memiliki seorang putri, putri Kim sudah menikah 3 hari sebelumnya dan menantu Kim sedang mengunjungi orang tuannya. Pembatu Kim yang mengira Yi muda adalah suami putri Kim membawa Yi ke dalam kamar pengantin wanita. Pengatin wanita yang mengira Yi adalah suaminya akhirnya menghabiskan malam bersama.
Keesokan harinya Yi yang terbangun kaget melihat dirinya bersama wanita asing dalam satu ruangan. Menyadari hal tersebut, Yi langsung menggunakan pakaiannya dan bergegas pergi. Tidak disangka sang pengantin wanita terbangun dan memegang celana Yi dan menahannya. Pengantin wanita yang merasa takut memutuskan untuk bunuh diri, tetapi hal tersebut ia urungkan mengingat orang tua wanita itu yang telah membesarkannya dengan penuh kasih sayang. Kasih sayang inilah yang akhirnya membuatnya berani meminta Yi membawanya pergi. Sistem sosial yang sangat ketat pada masa itu melarang berbincang-bincang antara seorang wanita dan pria yang tidak saling mengenal. Akhirnya Yi membawa wanita itu pergi ke tempat bibinya di Pil-dong dan meminta bibinya menjaga wanita itu hingga Yi lulus gwageo, ujian administrasi negara pegawai pelayanan masyarakat tingkat atas.
Dilain pihak keluarga Kim kebingungan mencari putrinya yang menhilang tanpa jejak. Di saat yang sama mereka mendengar kabar bahwa menantunya akan kembali, akhirnya keluarga Kim memutuskan untuk memberitahu menantu mereka bahwa isterinya tiba-tiba meninggal di tengah malam. Tiga tahun kemudian Yi telah lulus gwageo. Bersama puteri Kim, ia pergi menemui orang tuanya dan keluarga Kim untuk menjelaskan kejadian tiga tahun yang lalu dan akhirnya mereka menikah.
3.      Cheonggyecheon Kawasan Kumuh
Di masa lalu, sungai Cheonggyecheon mempunyai arti penting bagi Seoul dalam aspek geografi, politik, sosial dan budaya. Pada masa dinasti Joseon, wilayah sebelah utara merupakan wilayah tempat tinggal bagi kaum bangsawan dan kantor pemerintahan dan wilayah sebelah selatan diperuntukkan bagi rakyat biasa dan para cendekiawan dengan status ekonomi kelas bawah. Kawasan di pinggiran Cheonggyecheon dijadikan tempat tinggal bagi rakyat biasa.
Mereka membangun tempat tinggal di pinggiran sungai Cheonggyecheon. Akibatnya muncul permukiman kumuh di sepanjang sungai. Aktifitas mandi, mencuci dan membuang sampah di Cheonggyecheon merupakan bagian dari kehidupan penduduk yang tinggal di sepanjang aliran ini. Selain itu terdapat beberapa jembatan yang dibangun melintasi Cheonggyecheon dan para pedagang biasanya beraktifitas di seputar jembatan-jembatan tersebut.
Pada masa pemerintahan Dinasti Joseon, sungai Cheonggyecheon digunakan sebagai salah satu pembuangan air, daerah sepanjang sungai Cheonggyecheon digunakan sebagai tempat tinggal warga miskin. Menurut Hangyeongjiryak, buku geografi Seoul dari masa akhir dinasti Joseon, dijelaskan bahwa raja secara teratur mengirimkan beras dan bahan makanan kering untuk rakyat.
Pada masa kolonial Jepang, Cheonggyecheon merupakan garis pembatas antara bangsa Korea yang tidak beradab dengan bangsa Jepang yang berdab. Setelah Jepang menguasai Korea, pada tahun 1910 pemerintah Jepang menganugerahi nama Cheonggyecheon yang berarti air lembah bersih. Dahulu Cheonggyecheon dikenal dengan nama gaecheon yang berarti sungai air limbah. Selama memerintah Jepang tidak memperhatikan sungai Cheonggyecheon, baru pada tahun 1918 pemerintah Jepang melalakukan pengerukan.
Keadaan Cheonggyecheon yang semakin tercemar membuat pemerintah Korea Selatan mengeluarkan kebijakan “filling”. Kebijakan filling merupakan kebijakan membangun jembatan layang (Cheonggye Overpass) di atas Cheonggyecheon sehingga tidak tampak dari pandangan. Selain itu kebijakan ini dipandang tepat untuk mengatasi peningkatan arus lalu lintas dan juga sebagai simbol modernisasi Korea. Selama 25 tahun, Cheonggyecheon seolah menghilang dari bagian kehidupan Seoul, tertutup oleh dua lapis jalan kokoh yang dibangun diatasnya, namun kenyataannya air masih tetap mengalir sepanjang Cheonggyecheon.
Pada akhirnya muncul kesadaran pentingnya mengembalikan Cheonggyecheon sebagai bagian dari sejarah, kehidupan dan budaya Seoul. Tahun 2003, pemerintah setempat memulai Cheonggyecheon Restoration Project, suatu proyek yang bertujuan mengembalikan Cheonggyecheon sebagai bagian dari sejarah kehidupan dan budaya Seoul. Proyek ini juga bertujuan untuk mewujudkan Seoul sebagai kota ramah lingkungan dengan memselaraskan alam dan manusia, menciptakan keseimbangan pembangunan di wilayah utara dan selatan Hangang River dan pada akhirnya akan meningkatkan kualitas budaya dan ekonomi kehidupan masyarakat Seoul. Cheonggye overpass yang menutupi Cheonggyecheon stream dirubuhkan dan sepanjang aliran dibersihkan ditata dengan design yang menarik. Penyelesaian proyek ini memerlukan waktu dua tahun tiga bulan dimulai bulan Juli 2003 sampai bulan Oktober 2005.
4.      Wall of Hope

Wall of Hope atau tembok harapan merupakan salah satu tempat penting bagi masyarakat Korea. Tembok ini menampilkan sekitar dua puluh ribu potongan porselen keramik yang setiap potongannya memuat gambar dan pesan-pesan dari warga Korea di seluruh penjuru dunia (yang tinggal di Korea Selatan, Korea Utara atau di luar Korea) yang berharap Korea bisa bersatu. Dinding yang terbentang 50 meter dengan tinggi dua meter ini merupakan dinding porselen keramik terbesar di dunia.

Sumber:
Seung, Yoon Yang.2009.Kebudayaan Korea Tanah dan Lingkungan Hidup. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.
Korlena. Cheong Gye Cheon Stream, Seoul Korea. Diakses dari http://corlena.wordpress.com/foreign-cities/cheong-gye-cheon-stream-seoul-korea/. Pada Jum’at, 23 Maret 2012, pukul: 18.15 WIB.
Shanne Susita. Sungai Mini Cheonggyecheon yang Menghanyutkan. Diakses dari http://id.travel.yahoo.com/jalan-jalan/194-sungai-mini-cheonggyecheon-yang-menghanyutkan. pada Jum’at, 23 Maret 2012, pukul: 23.42 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar